Fordayak Kalteng Gelar Seminar Strategi Mengentaskan Konflik Lahan
PALANGKA RAYA || www.liputankalteng.id || Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Forum Pemuda Dayak (Fordayak) Kalimantan Tengah bekerjasama dengan DPD.Fordayak Barito Utara menggelar Kegiatan Seminar Sehari dengan Thema “Strategi Pemerintah dan Lembaga Adat Mengentaskan Konflik Lahan di Kawasan IUP dan HGU di Kalimantan Tengah Secara Holistik dan Subtansial” di Hotel Best Western Batang Garing Jalan RTA.Milono Kota Palangka Raya, Senin (12/09/2022) pukul 08.00 WIB.
Kegiatan tersebut secara resmi dibuka oleh Gubernur Kalimantan Tengah, H.Sugianto Sabran, diwakili Staf Ahli Bidang Ekonomi Keuangan dan Pembangunan, Yuas Elko. Dalam sambutannya Gubernur KaltengĀ mengatakan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sangat menyambut baik kegiatan seminar sehari yang digagas oleh Fordayak Kalteng.
“Pemerintah Daerah dan Lembaga Adat termasuk Stakeholder dapat bersatu padu dalam upaya penyelesaian konflik di kawasan hutan, baik itu pertambangan, kehutanan dan perkebunan. Dengan membangun sistem dan menata ketertiban maka akan membawa dampak positif bagi keberlangsungan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Kalteng,” ucapnya.
Harapan kita, kata Yuas, melalui kegiatan seminar sehari ini, dapat menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan untuk identifikasi dan akar permasalahan dalam konflik pertanahan, sehingga dapat memperoleh solusi untuk menumbuhkan perekonomian masyarakat di Kalimantan Tengah.
“Saya berharap, permasalahan tanah di Kalteng dapat diatasi dengan baik sehingga program pemerintah di bidang pertanahan segera terealisasi untuk mempercepat pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Fordayak, Bambang Irawan melalui Ketua DPD Fordayak Barito Utara, Leny Saujana Habibie mengatakan bahwa tujuan seminar tersebut outputnya yaitu
mendorong Pemerintah Provinsi Kalteng untuk menerbitkan sebuah regulasi baik itu berupa peraturan daerah (Perda) atau pergub, sebagai pedoman pemberian tali asih kepada masyarakat adat, dengan tidak membebani, perusahaan yang telah berinvestasi.
“Konflik yang paling banyak terjadi di Kalimantan Tengah ini adalah konflik masalah lahan. Hal tersebut terjadi dikarenakan tidak adanya regulasi peraturan atau pedoman yang selama ini mengatur tentang hal itu,’ ungkap Leni.
Lanjutnya, Disini perlu adanya kerjasama seperti Lembaga Adat sebagai perwakilan masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai tempat menyampaikan aspirasi.
Dan Pemprov sebagai orang yang mempunyai hak peto untuk membuat regulasi.
“Kita berupaya untuk mendorong agar dapat diterbitkan sebuah regulasi, artinya kita berkeinginan masyarakat mendapatkan tali asih itu tidak hanya orang per orang saja, melainkan semua penduduk desa yang berada di kawasan IUP,” pungkasnya. (Samuel).